..:Hamzarblog:..

Hidup atau mengada secara sungguh-sungguh berarti berjuang, dengan keringat dan darah, dan bukan hanya sekedar hidup [KIERKEGAARD]”; Bahasa adalah “sangkar ada”. Kenyataan tidak tinggal di luar melainkan bersemayam dalam bahasa “[HEIDEGGER]”; Hidup adalah insting atas pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Hidup adalah kehendak untuk penguasaan. Hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai suatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apapun yang mematikan gerak hidup “[NIETZSCHE]”; Keberadaan diri pada kenyataannya tergantung atas tindakan, pengharapan dan hasrat. Manusia yang tidak mempunyai tiga hal tersebut, hidupnya hampa. Keberadaan kita bergantung pada adanya hasrat-hasrat dan tindakan-tindakan. Ketiadaan dari hal-hal tersebut membuat hidup kita lesu dan hampa “[MUH. IQBAL]

Saturday, March 31, 2007

Pemulung Kecil

Dibawah terik mentari, dua anak perempuan berumur 8 dan 10 tahun berjalan dengan menggendong karung usang berisi botol-botol dan plastik-plastik bekas dipundaknya. Mereka adalah dua pemulung kecil yang mencari sepeser uang untuk membeli beras dan biaya sekolah yang kian lama semakin mahal. Mereka memeriksa dan merogoh satu persatu tempat sampah di deretan ruko-ruko kota Makassar. Wajahnya yang polos, kotor akibat gulatan debu jalanan dan keringat yang mengalir dari pori-pori kecilnya.

Adakah diantar kita yang peka terhadap fenomena ini? Adakah diantara kita yang tergugah melihat sayup-sayup basah yang terpancar dari mata pemulung kecil itu? Ataukah diantara kita tidak lagi merasakan kepekaan sedikit pun, bahkan menganggap pemulung kecil itu memiliki status sosial yang rendah dan menjijikkan.

Pernahkah kita berpikir dan merenungkan bahwa apa yang dikerjakan oleh pemulung kecil itu lebih mulia bila dibandingkan oleh kebanyakan orang yang hidupnya hanya bergantung pada orangtuanya, mulai dari uang jajan sampai uang kuliah/sekolah semuanya di subsidi oleh orangtuanya.

Bukankah pemulung kecil itu lebih mandiri secara individu, yang memiliki kedewasaan dan ketahanan terhadap kerasnya hidup bila dibandingkan dengan kebanyakan orang yang menganggap dirinya memiliki status sosial yang tinggi, namun cengeng bila dihadapkan pada kondisi hidup yang pelik!

Melihat fenomena pengemis kecil ini, seharusnya kita bisa menjadi orang yang pandai bersyukur. Bersyukur atas kehidupan kita yang lebih baik dari si pemulung kecil. Menyukuri apa yang telah kita miliki dan bukan sebaliknya, mencaci maki kondisi hidup yang kita hadapi dan menganggap Tuhan tidak adil dan lain sebagainya. Belajarlah pada si pemulung kecil, yang memiliki kemandirian individu, yang tegar dan sabar menghapi kerasnya hidup, namun senantiasa bergerak dan berusaha untuk mengubah kondisi hidupnya menjadi lebih baik.

1 Komentar:

Hidup Seperti Air

Seharusnya aku bahagia mendengar beberapa sahabatku telah menyelesaikan masa kuliahnya. Namun berita bahagia itu justru mengantarkan aku untuk memikirkan kembali nasip dan masa depanku. Semakin aku memikirkan masa depan, semakin gelisah dan tersiksa aku dibuatnya.

Bukankah sebaiknya aku tidak perlu memikirkan masa depan, dan menjalani hidup ini apa adanya. Tetap ada rekayasa, namun tidak memaksakan idealitas hadir secara utuh dalam realitas. Dengan demikian aku bisa hidup dengan dinamis, seperti air yang mengalir, tetap berbenturan dengan bebatuan dan melewati jurang-jurang yang terjal, namun tidak melukai dan dilukai. Tetap bergerak dan mengalir, hingga akhirnya bermuara juga dilautan lepas.

2 Komentar:

    • At 6:35 PM, Blogger pyuriko said…

      Going with the flow...

       
    • At 9:14 PM, Anonymous Anonymous said…

      KNAPA BLOGNYA SELALU YANG SEDIH-SEDIH MELULU SEH, YANG HAPPY AND THINGK DIKIT NAPA? JANGAN TERLALU MELANKOLIS, KARENA HIDUP ITU ADALAH TANTANGAN, JADI GAK USAH DIPERMASALAHKAN!!!SO HADAPI HIDUP INI SEPERTI AIR YANG TAK PERNAH MENGELUH, CAYO OY!!!!!!!!!!

       
    • Post a Comment

Adik-adikku Tercinta


Lia (adikku yang paling bungsu) dan Ipul (adikku yang pertama)

Lia (adikku yang ketiga/paling bungsu) dan Jumadi (adikku yang kedua)
Lia
Adikku Ipul, Jumadi dan Lia...
Aku sangat merindukan kalian

1 Komentar:

Senandung Rindu

Ketika aku merasa rindu dengan ayah dan bunda, kebiasaan yang sering aku lakukan adalah memandangi foto mereka dan menyanyikan lagu-lagu rindu tentang ayah dan bunda.

Kini ayahku telah tiada dan bunda saat ini berada jauh dariku di Kota Balikpapan. Lagu ini aku persembahkan untuk mereka:

Titip Rindu Buat Ayah

~ Ebiet G. Ade ~

Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa

Benturan dan hempasan terpahat dikeningmu

Kau nampak tua dan lelah

Keringat mengucur deras

Namun kau tetap tabah

Meski napasmu kadang tersenggal

Memikul beban yang semakin sarat

Kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini

Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan

Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari

Kini kurus dan terbungkuk

Namun semangat tak pernah pudar

Meski napasmu kadang tersenggal

Kau tetap setia

Ayah...

Dalam hening sepi kurindu

Untuk menuai padi milik kita

Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan

Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Reff:

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini

Keriput tulang tulang pipimu gambaran perjuangan

Bahumu yang dulu kekar

Legam terbakar matahari

Kini kurus dan terbungkuk

Namun semangat tak pernah pudar

Meski langkahmu kadang gemetar

Kau tetap setia



Satu Rindu

~ Opick Ft Amanda ~

Hujan kauingatkan aku tentang satu rindu

Dimasa yang lalu

Saat mimpi masih indah bersamamu

Terbayang satu wajah penuh cinta penuh kasih

Terbayang satu wajah penuh dengan kehangatan

Kau ibu...

Oh ibu...

Allah ijinkan aku bahagiakan dia

Meski dia tlah jauh biarkanlah aku mengabdi untuk dirinya

Oh ibu...

Oh ibu...

Kau ibu...

Terbayang satu wajah penuh cinta penuh kasih

Terbayang satu wajah penuh dengan kehangatan

Terbayang satu wajah penuh cinta penuh kasih

Terbayang satu wajah penuh dengan kehangatan

Kau ibu...

Oh ibu...

Kau ibu

Oh ibu...

Reff.

Hujan kauingatkan aku tentang satu rindu

Dimasa yang lalu saat mimpi masih indah bersamamu

Kau ibu...

Kau ibu...


1 Komentar:

Saturday, March 17, 2007

Membaca Ayat-ayat Tuhan

Pada dasarnya ayat-ayat Tuhan bukan hanya Al Qur’an dan Al Hadis, namun semua peristiwa, gejala dan gerak yang terjadi dalam dunia ini merupakan ayat-ayat Tuhan. Namun sayang banyak orang yang buta aksara dalam membaca dan memahami ayat-ayat Tuhan. Mungkin saya termasuk salah satu orang yang buta aksara dalam hal itu.

Saya sempat tercengang dan termenung setelah menerima pesan via SMS dari seorang sahabat, isi pesannya seperti ini : 01 – 01 Adam Air hilang, 02 – 02 KM. Senopati tenggelam, 03 – 03 KM. Levina terbakar, 07 – 03 – 07 Boeing 737 terbakar. Apa lagi yang membuat kita enggang ‘kembali’? (‘kembali’ adalah arti dari kata tabaa [bahasa arab] yang merupakan akar kata taubat).

Terlepas apakah waktu (tanggal, bulan, dan tahun) dari semua peristiwa di atas adalah suatu kebetulan, tapi saya melihat bahwa ada sebuah “tanda” pada alam yang tidak mampu dibaca oleh manusia. Pada dasarnya manusia—yang di anugerahi hati—mampu melakukan pembacaan terhadap “tanda-tanda alam” (ayat-ayat Tuhan), Namun karena keangkuhan dan kesombongan manusia yang cenderung mengedepankan hasrat dan rasionya, maka mata hati yang seharusnya memiliki kemampuan untuk melakukan refleksi dan pembacaan terhadap “ayat-ayat Tuhan” tersisihkan dan terhijabi.

Seharusnya manusia menyadari bahwa sesuatu yang ‘inti’, tidaklah mampu dilihat dengan mata lahir, namun hanya mampu dilihat dengan menggunakan mata batin. Saatnyalah manusia menyadari keangukuhan dan kesombongannya dan kembali pada hakikat kemanusiaannya.

8 Komentar:

    • At 6:32 AM, Blogger pyuriko said…

      Kadang kita memang tidak bisa mengerti apa maksudnya itu,...

      Tapi kalo dilihat tanggal sprt diatas itu, jangan2 otak kita dihantuin pikiran, apa yang akan terjadi nanti tgl 4/04 atau 5/05 dst...?

      Bawaanya nanti sprt itu trus deh,.. :D

      wallahu a`lam bi as-showab.

       
    • At 4:10 PM, Anonymous Anonymous said…

      pendapan pyuriko ada benarnya juga. tapi bagi saya, seharusnya kita bisa menyatu dgn alam sehingga tdk ada lg jarak antara alam dgn manusia. dengan begitu, tanpa dipikirkan pun kita mampu mengetahui segala "kegelisahan" alam.hati kita sensitif terhadap alam n hati kita betul2 bisa menyatu dgn alam. tapi...adakah orang seperti itu? jangankan sehati dgn alam, sesama manusia pun kita sulit untuk saling menghargai n menyayangi. kita blm mampu keluar dr rasa iri, dengki, dsb.
      makasih ya ats komentarnya, saya senang sekali punya teman diskusi :)

       
    • At 3:36 AM, Blogger Theresia Maria said…

      Beberapa kali saya dapat firasat jelek, tapi karena seringnya berpikir positif, tanda2 itu saya abaikan saja, dan terjadilah kejadian yang saya takutkan...
      makanya jadi pelajaran buat saya untuk tidak mengabaikannya begitu saja.
      *kalo cuaca buruk mending jangan naik pesawat deh*

      btw, jawaban ttg pertanyaanmu di SB; punya anak itu capek tapi seneng hehehe.....

       
    • At 10:20 PM, Anonymous Anonymous said…

      klihatannya sih memang seperti itu.
      punya anak itu berjuta rasanya.
      jadi pingin juga...
      hehehe...:)

       
    • At 6:19 AM, Blogger Hannie said…

      ummm....

      mudah2an kita dapat termasuk golongan orang yang "beruntung".

      amin


      salam kenal balik ya!

       
    • At 2:12 PM, Blogger Cyber Code said…

      Assalamu'alaykum, Saya new comer here. Saya ingin bergabung dengan pYuriko, Hamzar, Hannie dll. Tulisan ini sangat bagus sekali. I will launch my next blogger agar link dengan blog Anda. Saya sudah pasang link pYuriko di blog saya loh.

      Hardi: http://naturemedies.blogspot.com

       
    • At 6:12 PM, Blogger pyuriko said…

      Waalaikumsalam wr wb,...

      Saya jg pendapat baru disini, salam kenal jg utk Hardi...

      To Hamzar: Setiap orgkan punya pendapat masing2,... :)

       
    • At 5:55 PM, Blogger Windar Siestianty said…

      Seharusnya manusia paham dengan musibah tersebut. Seharusnya mereka bisa memikirkannya. Apalagi buat kalangan atas (Pemerintahan) untuk segera bersikap bijaksana dan adil dalam segala hal.

      Ini adalah teguran dari Allah SWT, karena pemimpin kita yang doyan korupsi dan bertindak semena-mena terhadap orang kecil.

      Kalo pemimpin kita terus seperti ini, (jangan sampe) kita bakalan dirundung musibah terus-menerus.

      Sebaiknya semua serahkan kepada Allah SWT, dan kita hanya bisa berdoa dan minta perlindunganNYA.

       
    • Post a Comment

Memaknai Kecemasan

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh liku, duri dan persimpangan. Masa depan adalah hamparan kemungkinan-kemungkinan, apa saja dimungkinkan terjadi. Apa yang akan terjadi pada masa depan adalah sesuatu yang tak pasti dan penuh dengan misteri yang mengundang beribu tanya. Selama misteri masa depan belum tersingkap, maka selama itu pula manusia mengalami kecemasan, selalu bertanya dan mencari. Tak jarang ada yang putus asa mengarungi hidup, mereka dikuasai oleh kecemasannya sehingga tak mampu menyingkap makna terdalam dari sebuah kecemasan dan pencarian tiada henti.

Mengambil sebuah pilihan hidup antara sesuatu yang baik dan yang buruk bukanlah sesuatu yang rumit. Yang pelik adalah jika kita dihadapkan oleh dua pilihan hidup antara yang baik dengan yang baik. Dan ketika kita dihadapkan pada dua (atau lebih) pilihan hidup antara yang baik dan yang baik, maka pada saat itu pula kecemasan kembali menyelimuti jiwa. Dalam kecemasan tersebut, terkadang muncul pertanyaan-pertanyaan eksistensial; Untuk apa saya hidup? Untuk apa saya melakukan ini, melakukan itu? Kenapa saya harus begini, begitu? dan lain sebagainya. Ketika manusia tidak mampu mengatasi pertanyaan-pertanyaan eksistensial tersebut, terkadang manusia menempuh berbagai macam cara untuk menghilangkan rasa cemas yang dialaminya (misalnya dengan mencari tempat hiburan, dan lain sebagainya), dan bahkan ada yang memilih untuk mati agar bisa keluar dari rasa cemasnya.

Mengarungi kehidupan berarti juga mengarungi pilihan-pilihan hidup. Kecemasan bukan sesuatu yang buruk, justru kecemasan adalah sesuatu yang baik. Kecemasan adalah tanda kebebasan seseorang, semakin bebas seseorang maka semakin sering dia mengalami kecemasan karena orang yang bebas memiliki banyak pilihan-pilihan hidup. Berbeda misalnya dengan seorang budak yang hanya memiliki satu pilihan hidup, yaitu hanya mengabdi pada tuannya. Yang dialami oleh para budak bukanlah rasa cemas tetapi rasa takut. Rasa cemas dan rasa takut adalah dua hal yang berbeda, rasa cemas tidak jelas objeknya, sedangkan rasa takut sudah jelas objeknya.

Hidup adalah sebuah proses menuju kesempurnaan. Dengan adanya kecemasan itulah manusia dimungkinkan mencapai kesempurnaan (paling tidak mendekati kesempurnaan). Kecemasan akan membuat seseorang menjadi semakin dewasa, kedewasaan bukanlah tingkatan umur atau usia, tetapi kedewasaan adalah sebuah tingkat kesempurnaan seseorang sebagai manusia bebas.

Jadi, bagaimana kita mengahadapi hidup? Jalani saja hidup dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, ambil salah satu pilihan-pilihan hidup yang dialami dan jalani pilihan hidup tersebut dengan penuh tanggungjawab dan terimalah segalah konsekuensi atas pilihan yang telah diambil.

Pilihan-pilihan yang rumit memang melahirkan kecemasan, setelah kita mengambil sebuah pilihan, maka kita akan merasakan sebuah ketegangan, selalu bertanya-tanya apakah pilihan yang telah kita ambil sudah tepat atau tidak. Namun setelah kita mampu melewati masa-masa kecemasan dan ketegangan, maka kita akan merasakan adanya sebuah kenikmatan, bukan kenikmatan lahiriah, namun sebuah kenikmatan eksistensial.

Kenikmatan yang kita peroleh itupun tidak akan bertahan selamanya, karena kita akan dihadapkan kembali pada pilihan-pilihan hidup yang baru, yang mungkin akan lebih berat dari pilihan-pilihan hidup sebelumnya. Semakin berat pilihan-pilihan hidup, maka semakin besar pula kecemasan dan ketegangan yang kita alami, namun kenikmatan yang akan kita peroleh pun akan semakin besar pula. Semakin bisa kita melewati kecemasan, maka semakin dewasa dan semakin sempurnalah kemanusiaan kita.

0 Komentar:

Wednesday, March 14, 2007

Golongan Darahku Karakterku; Benarkah?

Ponijan Liaw dalam bukunya “Understanding Your Communication Styles (Memahami Gaya Komunikasi Anda)”, menuliskan bahwa golongan darah ternyata sangat menentukan cara berpikir, berucap, dan bertindak. Hal ini terutama diyakini oleh orang-orang Jepang. Berikut ini adalah pemaparan Ponijan mengenai karakter orang yang bergolongan darah A, B, O, dan AB.

Karakter orang yang bergolongan darah A

Orang bergolongan darah A memiliki karakter yang mengakar kuat yang akan membantu mereka untuk tetap tenang dalam krisis ketika semua orang panik menghadapi situasi serupa.

Mereka cenderung menghindari konfrontasi dan sesungguhnya kurang nyaman berada di antara orang banyak. Mereka biasanya pemalu dan terkadang suka mengasingkan diri. Mereka mencari keharmonisan dan sangat sopan, tetapi sebenarnya tidak pernah benar-benar cocok dengan orang lain. Mereka sangat bertanggung jawab. Jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan, mereka lebih suka mengerjakannya sendiri.

Orang-orang dengan golongan darah ini selalu mengukir sukses dan sangat perfeksionis. Mereka juga sangat kreatif dan paling artistik di antara semua golongan darah yang ada karena kesensitifan mereka.

Karakter orang yang bergolongan darah B

Orang dengan golongan darah B paling praktis di antara semua golongan darah yang ada. Mereka spesialis di bidang yang mereka geluti. Ketika memulai sebuah proyek, mereka akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk memahami dan mencoba mengikuti arahan yang diperlukan. Jika mengerjakan sesuatu, mereka selalu fokus. Mereka cenderung berpedoman pada tujuan dan mengejarnya sampai tuntas walaupun kelihatannya pekerjaan itu tidak mungkin dilakukan. Mereka cenderung kurang kooperatif. Mereka lebih suka mengikuti peraturan dan gagasan mereka sendiri.

Orang bergolongan darah B lebih memperhatikan pikiran daripada perasaan, dan karenanya, terkadang terlihat dingin dan serius.

Karakter orang yang bergolongan darah O

Orang-orang dengan golongan darah O biasanya tidak banyak ambil pusing, penuh semangat, dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Mereka paling fleksibel di antara semua golongan darah yang ada. Mereka akan dengan cepat memulai sebuah proyek, namun mengalami masalah ketika melanjutkannya. Tidak jarang juga di antara mereka yang mudah menyerah di tengah jalan. Mereka terkadang bertingkah dan tidak terlalu dapat dijadikan sandaran. Mereka selalu mengatakan apa yang ada di pikiran mereka secara langsung. Mereka selalu jujur. Mereka menghargai pendapat orang lain dan suka menjadi pusat perhatian. Selain itu, orang-orang bergolongan darah O memiliki rasa percaya diri yang sangat kuat.

Karakter orang yang bergolongan darah AB

Orang dengan golongan darah AB sulit untuk dikelompokkan. Mereka dapat memiliki karakteristik di kedua ujung spectrum pada waktu yang bersamaan. Artinya, disatu sisi mereka pemalu, disisi lain, sangat terbuka. Mereka dengan mudah mengubah satu sisi ke sisi yang lain. Mereka dapat dipercaya dan bertanggung jawab, namun tidak dapat bertanggung jawab jika terlalu banyak yang dituntut dari mereka. Mereka tidak keberatan membantu sepanjang sesuai syarat mereka. Orang-orang dengan golongan darah ini sangat suka dengan seni dan metafisika.

AB juga dianggap sebagai tipe darah terburuk di Jepang. Mereka juga suka menentukan syarat sendiri dan berhak menggugurkan syarat tersebut jika tidak sesuai dengan harapan mereka. Mereka dikenal sangat sensitif dan penuh perhatian.

Benarkah?

Yang paling bisa menentukan jawaban dengan tepat, apakah benar atau salah golongan darah menentukan karakter seseorang adalah diri kita sendiri, karena yang paling mengenali diri kita adalah kita sendiri. Kita bisa merenungkan dan mempertanyakannya pada diri kita sendiri, apakah karakter dan golongan darah yang kita miliki sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Ponijan!

Saya adalah orang yang bergolongan darah A, dan setelah saya renungkan ternyata karakter yang saya miliki sesuai dan terlukiskan dalam penjelasan golongan darah di atas. Nah, sekarang bagaimana dengan Anda? Apa komentar Anda tentang hal ini?

6 Komentar:

    • At 8:21 PM, Anonymous Anonymous said…

      kalo golongan darah AB terburuk di Jepang, kayaknya di Indonesia AB yang terbaik deh...coz ia mampu menggabungkan 2 karakter yang berbeda bukan???hehehe. agangCIA

       
    • At 2:57 AM, Blogger pyuriko said…

      GOlongan darahku jg A,.. dan hampir sama sprt yg dijabarkan di atas ^_^

       
    • At 4:37 AM, Anonymous Anonymous said…

      Golongan darah kita sama dong, zodiaknya jg sama: "dog". gul...guk...guk...
      hehehe....:)

       
    • At 12:28 AM, Anonymous Anonymous said…

      ass.maaf mennganggu,perasaan saya mengatakan hal itu benar (kebetulan darah saya AB), tapi pikiran saya pengatakan tidak benar, trus tiba2 sya teringat dengan kata2 orang yang selalu memisahkan perasaan dan pikiran. saya jadi bingung sendiri deh! Apa beda antara perasaan dan pikiran?

       
    • At 6:41 AM, Anonymous Anonymous said…

      perasaan dan pikiran adalah dua hal yang berbeda. perasaan lebih mengedepankan hati dalam menilai sesuatu, sedangkan pikiran lebih mengedepankan rasio dlm menilai sesuatu. dalam keadaan tertentu, perasaan dan pikiran kadang bertolak belakang. rasio itu sifatnya sangat spekulatif dan sering bikin kepala mumet. cobalah untuk mengedepankan hati dalam memutuskan sesuatu.

      masalah golongan darah g usah terlalu dipikirkan, semuanya punya kekurangan dan kelebihannya masing2.

      sykurilah apa yg telah dianugerahkan kepada kita.

      dalam keluargaku ada yg punya golongan darah A, B, dan AB, tapi keluarga kami bisa hidup dengan bahagia. hidup ini kan untuk bahagia.
      bagaimana? spakat!

       
    • At 8:33 PM, Anonymous Anonymous said…

      SEpertinya hampir cocok boz. Saya golongan darah O, tapi kurang fleksibel, dan kurang percaya diri. Selain itu mirip :D

       
    • Post a Comment
Tuesday, March 13, 2007

Cinta dan Kebijaksanaan

Selama ini aku sering mendengarkan para guru, dosen, dan para ulama mengajarkan tentang arti sebuah kebijaksanaan dan bagaimana cara menjadi orang yang bijaksana, menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menjadi bijaksana-bijaksana yang lain. Aku pun pernah mencoba untuk menerapkan apa-apa yang diajarkan oleh para guru, dosen dan ulama tentang kebijaksanaan, dan hasilnya aku gagal. Menghadapi kenyataan hidup tidak semudah apa yang diucapkan. Bahkan aku sendiri menyaksikan, sebagian besar guru, dosen, dan ulama yang mengungkapkan dan mengajarkan kebijaksanaan dalam ceramah-ceramah dan khutbah-khutbah, justru memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan ataupun sikap-sikap yang bagiku jauh dari apa yang mereka ajarkan tentang kebijaksanaan.

Herman Hesse pernah mengatakan bahwa “pengetahuan dapat diungkapkan, tapi tidak kebijaksanaan . Seseorang dapat menemukannya, dapat hidup didalamnya, seseorang dapat selaras dengannya, seseorang dapat melakukan keajaiban dengannya, tapi seseorang tidak dapat mengungkapkan dan mengajarkannya”.

Kebijaksanaan adalah sesuatu yang mendalam pada diri manusia dan selamanya hanya akan mampu dirasakan dan menjadi pengalaman jiwa/ruhani masing-masing individu. Mengungkapkan dan mengajarkan kebijaksanaan hanya akan mereduksi makna kebijaksanaan yang sesungguhnya. Kata-kata terlalu dangkal dan sempit untuk membahasakan kedalaman dan keluasan kebijaksanaan.

Jadi apa yang mereka (guru, dosen, ulama, dsb) ungkapkan, yang mereka sampaikan dan yang mereka ajarkan tentang kebijaksanaan hanyalah sebatas pengetahuan (rasional-empiris) mereka tentang kebijaksanaan yang dibungkus apik dengan kata-kata. Apa yang mereka ungkapkan tidak lebih dari sebuah kebohongan belaka karena apa yang mereka ungkapkan bukanlah kebijaksanaan yang sesungguhnya, bahkan mereka telah melakukan pemaksaan makna dan mereduksi makna kebijaksanaan.

Begitu pula halnya dengan cinta, ia dapat ditemukan, kita bisa hidup didalamnya, kita dapat selaras dengannya, kita dapat melakukan keajaiban dengannya, tapi kita tidak dapat mengungkapkan dan mengajarkannya.

Gede Prama pernah mengungkapkan, “Kegelapan bisa menyembunyikan gunung, sungai, pohon, dll. Akan tetapi ia tidak bisa meyembunyikan cinta”. Gede Prama juga pernah mengungkapkan, “Tidak bisa dipungkiri, cinta memang hadir menembus ruang dan waktu, sekaligus menembus kegelapan. Bila diibaratkan bunga, mungkin ia satu-satunya bunga yang mekar tanpa bantuan sang musim. Di musim apa pun, ia pasti dan selalu berbunga. Keharumannya pun menembus ruangan yang terjauh sekali pun”.

Dari apa yang diungkapkan oleh Gede Prama, kita akan semakin menyadari bahwa cinta adalah sesuatu yang sangat luar biasa, dan yang pasti kata-kata tidak akan pernah mampu menampung hakikat cinta yang sesungguhnya. Cinta yang sesungguhnya hanya mampu ditampung oleh Sang Maha, yaitu Allah.

Dengan sifat-Nya yang Maha Rahman dan Maha Rahim, manusia dianugerahi sebuah hati agar manusia mampu merasakan kedalaman dan keindahan cinta. Maka telah menjadi kemestian bagi manusia untuk memelihara dan menjaga hatinya agar senantiasa suci dan lapang, karena pada dasarnya cinta adalah sesuatu yang lapang dan suci, dan tempatkanlah cinta pada ruang yang lapang dan suci pula, yaitu pada hati yang lapang dan suci.

0 Komentar:

Terserang Rindu

Sepekan ini rindu menyerangku

Gelisah…

Hampa…

Rindu menyerangku

Aku rindu pantai yang teduh

Aku rindu pegunungan yang damai

Aku rindu kebun yang hijau

Aku rindu kapung halaman

Disini, di kota ini

Panas

Keras

Rindu menyerangku

Hatiku sendiri

Hatiku sepi

0 Komentar:

Sunday, March 11, 2007

Turut Berduka

Untuk sahabatku Wahid, Dyah, dan Marda;
Aku turut berduka atas meninggalnya Nenek tercinta.
Semoga Allah menempatkan beliau ditempat yang mulia, dan kepada keluarga yang ditinggalkan mendapatkan ketabahan.
Semoga pula kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa ini. Amin...

4 Komentar:

    • At 3:42 AM, Blogger pyuriko said…

      Turut berduka cita juga,...
      Semoga Alm. nenek di terima disisiNya, diterima amal baiknya, dan diampunin segala dosanya, amin.

      Dan untuk keluarga yang ditinggalkan, diberikan ketabahan dan kesabaran...

       
    • At 11:45 PM, Anonymous Anonymous said…

      Innalillahi Wa inalilahi roji'un
      turut berduka cita ya :(
      semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT.

      btw, blognya cantik bgt :D

       
    • At 3:57 AM, Blogger Theresia Maria said…

      Ikut berduka cita...

      Jadi kangen nenekku juga yang udah meninggal.

      Hamzar, met kenal balik dan makasih udah mampir yach.

       
    • At 9:16 PM, Anonymous Anonymous said…

      ass. wah puisinya bagus banget, menyentuh!, oh ya kanda, maaf kemaren gak cantumin nama, habis kelupaan sich!. ada buku ta tentang ketauhidan karangan muh.iqbal dan kemahasiswaan karangan ahmad wahid, kalau ada saya ambil di danau, sakalian kembaliin buku ta'. syukri

       
    • Post a Comment
Saturday, March 10, 2007

Sukses; Kebutuhan atau Pemenuhan Hasrat

Kebanyakan orang tua di “kampung” (tidak terlepas para orang tua di perkotaan), menganggap bahwa orang dikatakan sukses apabila mereka, keluarga mereka dan anak-anak mereka memiliki uang yang banyak, punya pekerjaan sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), jadi Polisi atau jadi Tentara (ABRI). Status sosial mereka akan melambung tinggi apabila mereka, keluarga mereka dan anak-anak mereka memperoleh gelar-gelar PNS, Polisi, Tentara, dan lain sebagainya.

Sesederhana itukah menilai sebuah kesuksesan! Betapa naifnya dan betapa malanglah nasibku ini apabila kesuksesan hanya dinilai sebagai uang, PNS, Polisi atau tentara (Karena saya bukanlah orang yang ingin menjadi PNS, apalagi menjadi seorang Polisi atau Tentara). Dimanakah kebebasan, kemerdekaan, kebahagiaan, dan ketenangan hidup harus ditempatkan, karena kebanyakan orang tua di “kampung” menganggap bahwa kebebasan, kemerdekaan, kebahagiaan dan ketenangan hidup itu bisa diperoleh dengan setumpuk uang, dengan status sosial sebagai PNS, Polisi atau Tentara.

Orang tua tidak akan segan-segan untuk mencari pinjaman (ngutang) kesana-kemari agar keluarga atau anak-anak mereka bisa lolos jadi PNS, jadi Polisi dan jadi Tentara. Dan saya rasa hal ini sudah menjadi rahasia umum dikalangan masyarakat pada umumnya. Akibatnya, orang-orang yang menjadi PNS, Polisi atau Tentara adalah orang-orang yang memburu uang (kekayaan), karena memang itulah tujuan mereka dari awal. Para PNS, Polisi atau Tentara yang seharusnya bisa menjadi pengabdi masyarakat, justru pada akhirnya menjadi beban masyarakat.

Rasionalitas yang bermain ditengah masyarakat kita saat ini adalah—meminjam bahasa WeberRasionalitas Tujuan. Sehingga logika yang bermain pun adalah logika hasrat, bukan logika kebutuhan. Jika hasrat sudah diperturutkan, maka semua isi yang ada di alam semesta ini tidak akan cukup untuk memenuhi keserakahan manusia.

Seharusnya masyarakat kita bisa sadar bahwa sebenarnya kualitas kemanusiaan kita tidak bisa ditentukan dan ditakar dengan uang, dengan pangkat, ataupun dengan jabatan. Seharusnya masyarakat kita lebih mengedepankan rasionalitas nilai sehingga logika yang bermain adalah logika kebutuhan. Logika kebutuhan mengajarkan kepada kita bagaimana hidup yang sederhana. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Dee dalam Supernova; “Kelebihan hanya akan mengakibatkan keindahan itu busuk dan sia-sia”. Dengan kesederhanaanlah maka kebebasan, kemerdekaan, kebahagiaan dan ketenangan hidup bisa kita peroleh dengan sendirinya. Tidak percaya? Silahkan buktikan sendiri.

0 Komentar:

Friday, March 09, 2007

Menjadi Manusia Sempurna

Suatu hari, aku mendapat pesan via SMS dari seseorang yang hingga saai ini belum aku ketahui siapa pengirimnya. Tapi aku bisa memastikan bahwa orang tersebut adalah orang yang mengenal diriku dengan baik. “Pendar waktu tak’ berjeda melayani semua jenis manusia. Ada yang tergilas, bahkan ada pula yang diperbudak waktu. Semua manusia berpacu dengan waktu, sampai-sampai hanya sedikit yang tetap ingat pada pencipta-Nya”. Begitulah pesan SMS yang aku terima.

Waktu itu aku tidak terlalu memikirkan siapa pengirim pesan tersebut, yang terpikir dibenakku adalah sebuah penghayatan terhadap isi pesan tersebut. Pesan SMS itu telah menghentak kesadaranku dan kembali menyadarkanku akan ke-diri-an-ku yang sering larut dalam keseharian dan lupa pada Sang Pencipta. Ketika dihadapkan pada sebuah masalah, barulah aku sadar akan ke-diri-an-ku dan kembali bersimpuh dihadapan Sang Pencipta.

Beberapa hari kemudian aku mendapatkan sebuah pertanyaan via SMS dari seorang sahabat, pertanyaannya seperti ini; “Mengapa manusia sering dihadapkan pada pilihan yang tidak menyenangkan?”. Sekilas aku berfikir, dengan seringnya manusia diperhadapkan pada pilihan-pilihan hidup yang tidak menyenangkan, justru akan membuat manusia selalu sadar akan eksistensinya sebagai manusia yang daif. Semakin berat pilihan hidup, maka manusia akan semakin dewasa, semakin arif, dan semakin bijaksana dalam menghadapi kehidupan. Dan dengan demikian manusia akan tetap berada pada lingkaran kemanusiaannya. “Rasa manis air kelapa akan semakin nikmat rasanya apabila sebelumnya kita telah merasakan dengan sangat rasa haus nan pahit”.

Bandingkan hal tersebut di atas dengan QS. Al Faatihah : 6 – 7; Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Jadi pada dasarnya—tanpa disadari—Sang Pencipta yang Maha Rahim, dengan caranya yang penuh misteri telah menuntun manusia pada jalan-Nya yang lurus. Dengan demikian, bukanlah sebuah hal yang mustahil manusia bisa mencapai kualitas tertinggi kemanusiaannya, yaitu sebagai Insan Kamil.

Muhammad Iqbal pernah berkata, kebebasan punya arah dan tujuan. Arah dan tujuannya adalah membuat manusia menjadi Insan Kamil (manusia “sempurna”)—dalam istilah Nietzsche Uber Manch (Manusia Unggul). Kebebasan seharusnya menjadikan manusia sempurna. Sempurna bukan berarti lengkap, utuh, tidak kekurangan apapun atau serba bisa. Sempurna berarti sempurna sebagai manusia bebas.

Sempurna sebagai manusia sempurna berarti manusia mampu menerima hidup, menerima apapun yang didapat, menerima semua kebaikan dan keburukan yang terjadi dengan manusia. bebas yaitu ikhlas. Ikhlas menerima kebaikan dan keburukan yang terjadi pada diri sendiri tanpa merasa menderita atau berduka.

Betapa mulianya bila kita bisa hidup seperti itu—bisa ikhlas menerima apapun yang menghampiri kita, baik itu berupa kebaikan maupun itu berupa keburukan. Betapapun besarnya kebaikan yang datang menghampiri, kita tidak akan terlena olehnya. Dan sepahit apa pun keburukan yang mendera, maka kita akan mampu merasakan hal itu sebagai sebuah kenikmatan.

Mungkin inilah kualitas surgawi yang dapat kita rasakan didalam dunia ini, atau mungkin sebenarnya inilah surga yang sesungguhnya. Bukan surga yang ada “diluar sana”, tapi surga yang kita rasakan ada “disini”, hadir saat ini, pada diri kita sendiri. Surga bukanlah sebuah tempat, tapi surga adalah kualitas kenikmatan, sebuah puncak tertinggi kebebasan.Kita juga tidak bisa menafikkan, bahwa perjalanan untuk mencapai Insan Kamil bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh kerja keras, perjuangan, kesabaran dan keikhlasan untuk memperoleh gelar Insan Kamil. Apabila kita termasuk orang-orang yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi, maka manfaatkanlah waktu di sepertiga malammu untuk bersua dengan Sang Pencipta. Inilah waktu untuk melakukan refleksi diri dan ‘membaca’ keseharian yang telah, yang sedang, dan yang akan dilewati. Hilangkan dan bebaskan diri dari rasa penat dunia yang kejam bersama butiran-butiran air matamu dalam sujud yang tenang. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan (QS. Al Faatihah : 5).
Wallahu'alam bissawab.

0 Komentar:

Tuesday, March 06, 2007

Perjuangan Kita Belum Berakhir

Buat teman-teman seperjuanganku: Muh. Kasman, Rus’an Latuconsina, Noorwahid Sofyan, Wilopo Husodo, Muh. Sujarwadi, Rasyitah, Irmawati, Sudarmiah, Rospiah, dan Nurhidayat. Serta adik-adik seperjuanganku: Rus Mubarak ZAZ, Muh. Saihu Z., Rahmayandi, Supriadi, Muh. Taufik, Hamzah, Arnis Puspita, A. Asni Fatimah, Imrani Kamaluddin, Jayati dan Syamsiar.

Jasa-jasa kalian semua tidak akan pernah aku lupakan. Perjuangan kita belum berakhir, bahkan apa yang sedang kita alami saat ini barulah sebuah awal dari apa yang kita perjuangkan.

0 Komentar:

Engkau Terlihat Berbeda Malam Ini

Malam ini engkau terlihat berbeda, sikapmu padaku tak seperti malam-malam sebelumnya

Malam ini engkau terlihat lebih dewasa, tidak seperti malam-malam sebelumnya, manja dan kekanak-kanakan

Malam ini engkau membebaskanku dari kecemasan. Akhirnya engkau menyadari diriku dan dirimu. Menyadari bagaimana kita berdua seharusnya.

Adikku....., selamanya aku akan selalu menyayangimu.

1 Komentar:

Saturday, March 03, 2007

Aku Hanyalah Debu

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang. Sebagai debu, tidaklah pantas ia disandingkan dengan dedaunan hijau, bunga yang memesona, buah yang segar, batang dan akar yang kokoh, dahan yang kekar, dan ranting yang kuat. Bagaimana pun juga, debu tetaplah debu yang kebetulan ikut bersama angin dan menempel pada dedaunan hijau, pada bunga yang memesona, pada buah yang segar, pada batang yang kokoh, pada dahan yang kekar, dan pada ranting yang kuat.

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang. Yang kapan saja bisa sirna diterpa hujan dan menyatu dengan tanah, karena pada dasarnya, hakikat dari debu adalah tanah. Keangkuhan yang telah membuat debu meninggalkan tanah, sebuah keangkuhan untuk bebas dan mengembara bersama angin. Namun pada akhirnya, debu akan berpulang juga pada tanah, karena itu adalah takdirnya.

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang, dan hingga saat ini masih mampu menyaksikan bagaimana pucuk-pucuk hijau muncul dari ujung-ujung ranting, yang kemudian tumbuh dewasa, lalu menguning, mengering dan gugur kepermukaan tanah. Sebagai debu, akupun menyaksikan bagaimana disela-sela tangkai daun muncul titik kecil yang kemudian menjadi bunga-bunga yang memesona dan pada akhirnya membesar dan mengubah dirinya menjadi buah yang ranum. Disini aku menyaksikan bagaimana buah ranum tersebut akhirnya dipetik oleh manusia yang ingin menyantapnya, ada pula yang dilukai dan dimakan oleh kelelawar dan burung, dan ada pula yang membusuk dan akhirnya jatuh kepermukaan tanah.

Tidak hanya itu, aku juga menyaksikan bagaimana dahan-dahan, ranting-ranting dan kulit-kulit batang menua dan kering dan akhirnya terkelupas dan gugur pula kepermukaaan tanah.

Entahlah, apakah aku akan menyatu dengan tanah dengan cara diterpa hujan ataukah dengan cara gugur besama menua dan mengelupasnya dahan pohon yang aku lekati, atau mungkin pula aku akan kembali diterpa dan dibawa bersama angin dan akhirnya menempel dan melekat pada dahan pohon yang baru. Entahlah…karena masa depan adalah hamparan kemungkinan-kemungkinan.

Disinilah aku menyadari bahwa ternyata bukan hanya debu yang memiliki takdir untuk kembali pada tanah, namun juga dedaunan hijau, bunga yang memesona, buah yang segar, batang dan akar yang kokoh, dahan yang kekar, dan ranting yang kuat. Semua hanya persoalan waktu.

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang. Walaupun begitu, aku adalah debu yang menjadi saksi sejarah, debu yang telah menyaksikan kelahiran dan kematian, kedatangan dan kepergian. Aku adalah debu yang telah merasakan bagaimana bahagia dan indahnya kelahiran dan kedatangan, dan bagaimana sedih dan pedihnya kematian dan kepergian. Tapi itulah jalan kehidupan, ada yang lahir dan ada yang mati, ada yang datang dan ada yang pergi.

Akupun demikian, aku telah lahir dan datang. Dan suatu saat nanti akupun pasti akan mati dan pergi. Semuanya hanya persoalan waktu.

Kelahiran akan disusul oleh kematian dan kematian akan disusul pula oleh kelahiran yang baru.
Kedatangan akan disusul oleh kepergian dan kepergian akan disusul pula oleh kedatangan yang baru.
Semuanya hanya persoalan waktu…

1 Komentar:

    • At 1:18 AM, Blogger Yunita Ramadhana said…

      Salam lekom mas...
      Wah...tulisannya bagus, mampu menyadarkan kita bahwa kita ini bukan apa2, dan oleh karena itu tidak boleh sombong. Btw, boleh saya copy/paste ke blog saya ga? Insya Allah mo saya translate ke bhs Inggris.

      Oya, boleh tukar link? Thanx a lot...

      Wassalam...

       
    • Post a Comment

Perang Atas Nama Kebenaran

Ketika kebenaran bertemu dengan kesalahan, maka yang akan menjadi pemenang adalah kebenaran. Walaupun pada awalnya kesalahan yang menjadi pemenang, namun pada akhirnya kebenaran akan tetap menjadi pemenang.

Namun bagaimana ceritanya jika kebenaran bertemu dengan kebenaran. Sekilas kita akan mengatakan bahwa inilah kemenangan besar, karena bertemunya kebenaran dengan kebenaran menjadikan kebenaran menjadi lebih kuat. Asumsi seperti ini memang benar, namun pada konteks tertentu, justru ketika kebenaran bertemu kebenaran maka yang akan terjadi adalah keretakan, penolakan, dan klaim-klaim kebenaran.. Bahkan, getaran yang terjadi akibat perseteruan antara pertemuan kebenaran dengan kebenaran lebih besar bila dibandingkan dengan perseteruan antara pertemuan kebenaran dengan kesalahan.

Timbul sebuah pertanyaan mendasar, sebenarnya kebenaran itu satu atau banyak? Dengan menjawab pertanyaan ini sebenarnya kita dapat mendamaikan perseteruan antara pertemuan kebenaran dengan kebenaran. Pada dasarnya kebenaran itu hanya satu, namun cara pandang kita melihat kebenaran yang berbeda. Ibarat kebenaran adalah sebuah kotak bersisi enam, maka kita bisa melihat kotak tersebut dari enam sisi. Begitu pula dengan kebenaran, kita bisa melihatnya dari berbagai sudut pandang.

Yang menjadi penyebab perseteruan antara kebenaran dengan kebenaran sebenarnya adalah sebuah peng-klaim-an kebenaran atas sebuah cara pandang tertentu sebagai satu-satunya kebenaran. Jika semua orang atau kelompok meng-klaim dirinya sebagai pemegang kebenaran, maka yang akan terjadi adalah perang atas nama kebenaran. Hasilnya adalah mengaburnya dan tertutupnya kebenaran.

Hal yang dapat ditempuh untuk mendamaikan perseteruan antara kebenaran dengan kebenaran adalah dengan jalan dialog. Dengan dialoglah kita akan menemukan keterhubungan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lain. Dengan dialoglah kita bisa menyadari bahwa kita semua adalah benar dan tidak ada yang salah. Dengan dialoglah kita menyadari bahwa kita semua adalah saudara dalam keberagaman.

Dengan demikian damailah dunia ini.

0 Komentar:

Perjalanan Jiwa

HMI – MPO
Disinilah beribu impianku terpendam
Disinilah pula harapan-harapan baru lahir dan merekah
Disinilah perjalanan jiwaku membuncah
Kecemasan…ketegangan…kenikmatan

Sebuah perjalanan cinta
Penuh luka penuh duka
Sebuah metamorfosa kesadaran
Merangkai keikhlasan dan ketulusanMenuju cinta tertinggi

0 Komentar:

Cintaku dipersimpangan Jalan

Apakah penolakan laki-laki terhadap cinta seorang perempuan adalah sesuatu yang kejam?
Penolakan cinta tidak melukai raga, namun menyayat hati.
Aku bingung…
Aku bimbang…
Cintaku dipersimpangan jalan
Tetap menjadikannya seorang adik yang manja
Ataukah lebih dari sekedar adik

Apapun pilihanku, aku tidak ingin kehilangan keceriaannya
Aku tidak ingin kehilangan perhatiannya
Aku tidak ingin dia hilang dariku
Karena aku sangat menyayanginya

Izinkan aku menyayangimu sebagai adikAku harap engkau mengerti…

0 Komentar: