..:Hamzarblog:..

Hidup atau mengada secara sungguh-sungguh berarti berjuang, dengan keringat dan darah, dan bukan hanya sekedar hidup [KIERKEGAARD]”; Bahasa adalah “sangkar ada”. Kenyataan tidak tinggal di luar melainkan bersemayam dalam bahasa “[HEIDEGGER]”; Hidup adalah insting atas pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Hidup adalah kehendak untuk penguasaan. Hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai suatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apapun yang mematikan gerak hidup “[NIETZSCHE]”; Keberadaan diri pada kenyataannya tergantung atas tindakan, pengharapan dan hasrat. Manusia yang tidak mempunyai tiga hal tersebut, hidupnya hampa. Keberadaan kita bergantung pada adanya hasrat-hasrat dan tindakan-tindakan. Ketiadaan dari hal-hal tersebut membuat hidup kita lesu dan hampa “[MUH. IQBAL]

Sunday, November 12, 2006

JERITAN JIWA

Saudariku, seperti yang pernah engkau katakan padaku, kita adalah bintang-bintang yang menyusun suatu konstelasi di bawah mantel biru sang langit. Bahkan kita bernaung di bawah panji-panji yang sama. Namun sayang, akhirnya pena takdir menggoreskan bahwa ikatan antara kita akhirnya terurai dan kita pun terpencar ke delapan penjuru angin--seperti yang kita rasakan saat ini.

Hal ini sangatlah menyesakkan dada, karena sang waktu belum juga merajut kembali konstelasi yang telah terurai itu. Hingga saat ini kita masih terpisah sejauh bintang utara dan bintang timur di senja hari.

Saudariku, seperti yang pernah engkau katakan padaku, gunung yang kita daki sungguh tinggi, gurun yang kita lintasi sungguh menggetarkan hati, sungai yang kita seberangi sungguh deras dan perjalanan yang kita lalui penuh genangan air mata bahkan genangan darah. Engkau pun mengatakan, bahwa semua itulah yang akan menempa dan membentuk diri kita yang saat ini masih seperti berlian yang baru dipetik dari batu gunung dan belum bisa dibedakan dengan pecahan kaca. Tempaan itulah yang lambat laun akan membedakan antara berlian dan pecahan kaca. Terlebih ketika kita menjadi berlian bersisi 48 yang memantulkan sinar emas mentari, kemanapun mata dipalingkan, pada saat itu, semua orang akan berbangga karena pernah memiliki kita.

Kita sama-sama mengharapkan jangan sampai terurainya ikatan kita menyebabkan jiwa persaudaraan kita menjadi seperti pecahan batu karang yang di dera gelombang dan tidak akan pernah lagi disatukan sekalipun oleh tangan seorang pengukir ulung. Namun itulah kenyataan yang kita hadapi saat ini, jiwa persaudaraan kita telah pecah berkeping-keping.

Saudiriku, saat ini engkau menjerit kesakitan, namun tidak ada seorang pun saudara kita yang mampu menolongmu. Mereka hanya mampu mendengar jeritanmu namun tak mampu berbuat apa-apa untuk menyelamatkanmu, bahkan ada saudara kita yang memalingkan wajahnya saat mendengar jeritanmu. Sungguh pedih hati ini saudariku menyaksikan sikap mereka.

Itulah kenyatan yang kita hadapi saat ini saudariku, mereka tak mau mengorbankan jiwanya untuk menyelamatkanmu, karena mungkin kita sudah tak berarti lagi buat mereka, kita tidak punya harga lagi bagi mereka. Rasa kasih yang telah menjadi saripati persaudaraan kita tak lebih daripada ranting kering yang gugur dan menunggu untuk dilemparkan ke dalam perapian yang dipenuhi api kebencian.

Entah kenapa semua ini bisa terjadi, kenapa jiwa persaudaraan itu hanya ada saat kita masih terikat pada panji-panji yang sama? Dan setelah terurainya ikatan itu, maka terurai pula jiwa persaudaraan. Inilah persaudaraan palsu!

Bersabarlah saudariku, tetaplah berteriak dengan lantang bersamaku, mengatakan pada semua saudara kita; “sekali pun takdirmu lebih pedih daripada goresan belati, tetaplah beri tempat bagi kami untuk hadir di hatimu karena kami pun akan menyatukan jiwamu dalam nafas kami”.

----------------------------------------------------------
Untuk saudariku di Batam
Tulisan ini adalah jawaban dari tulisanmu “Last Words From Your Sister”
Al Hikmah, 11 November 2006

1 Komentar: