..:Hamzarblog:..

Hidup atau mengada secara sungguh-sungguh berarti berjuang, dengan keringat dan darah, dan bukan hanya sekedar hidup [KIERKEGAARD]”; Bahasa adalah “sangkar ada”. Kenyataan tidak tinggal di luar melainkan bersemayam dalam bahasa “[HEIDEGGER]”; Hidup adalah insting atas pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Hidup adalah kehendak untuk penguasaan. Hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai suatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apapun yang mematikan gerak hidup “[NIETZSCHE]”; Keberadaan diri pada kenyataannya tergantung atas tindakan, pengharapan dan hasrat. Manusia yang tidak mempunyai tiga hal tersebut, hidupnya hampa. Keberadaan kita bergantung pada adanya hasrat-hasrat dan tindakan-tindakan. Ketiadaan dari hal-hal tersebut membuat hidup kita lesu dan hampa “[MUH. IQBAL]

Saturday, March 31, 2007

Pemulung Kecil

Dibawah terik mentari, dua anak perempuan berumur 8 dan 10 tahun berjalan dengan menggendong karung usang berisi botol-botol dan plastik-plastik bekas dipundaknya. Mereka adalah dua pemulung kecil yang mencari sepeser uang untuk membeli beras dan biaya sekolah yang kian lama semakin mahal. Mereka memeriksa dan merogoh satu persatu tempat sampah di deretan ruko-ruko kota Makassar. Wajahnya yang polos, kotor akibat gulatan debu jalanan dan keringat yang mengalir dari pori-pori kecilnya.

Adakah diantar kita yang peka terhadap fenomena ini? Adakah diantara kita yang tergugah melihat sayup-sayup basah yang terpancar dari mata pemulung kecil itu? Ataukah diantara kita tidak lagi merasakan kepekaan sedikit pun, bahkan menganggap pemulung kecil itu memiliki status sosial yang rendah dan menjijikkan.

Pernahkah kita berpikir dan merenungkan bahwa apa yang dikerjakan oleh pemulung kecil itu lebih mulia bila dibandingkan oleh kebanyakan orang yang hidupnya hanya bergantung pada orangtuanya, mulai dari uang jajan sampai uang kuliah/sekolah semuanya di subsidi oleh orangtuanya.

Bukankah pemulung kecil itu lebih mandiri secara individu, yang memiliki kedewasaan dan ketahanan terhadap kerasnya hidup bila dibandingkan dengan kebanyakan orang yang menganggap dirinya memiliki status sosial yang tinggi, namun cengeng bila dihadapkan pada kondisi hidup yang pelik!

Melihat fenomena pengemis kecil ini, seharusnya kita bisa menjadi orang yang pandai bersyukur. Bersyukur atas kehidupan kita yang lebih baik dari si pemulung kecil. Menyukuri apa yang telah kita miliki dan bukan sebaliknya, mencaci maki kondisi hidup yang kita hadapi dan menganggap Tuhan tidak adil dan lain sebagainya. Belajarlah pada si pemulung kecil, yang memiliki kemandirian individu, yang tegar dan sabar menghapi kerasnya hidup, namun senantiasa bergerak dan berusaha untuk mengubah kondisi hidupnya menjadi lebih baik.

1 Komentar: